HITAM dan PUTIH
( Bagian 2 )
“Selamat pagi semua!” sapa seorang gadis berambut hitam dan panjang,
kontras dengan dress chiffon warna putih yang dipakainya. Kulitnya kekuningan
bak buah langsat yang ranum, wajahnya ayu dengan senyuman yang manis, alisnya
melengkung indah dengan manik mata yang hitam bersinar bagai berlian, Berlian
Hitam.
Semua mata memandangnya , Niel yang memang tidak siap dengan kejutan itu
membelalakkan matanya. Chand tersenyum, wajah pucatnya kini berseri seri
menatap gadis manis itu. Nyonya Cho orang pertama yang menyambutnya, ia berdiri
dan termangu sesaat seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Ca_Cahaya,,” ucapnya. Gadis itu tersenyum.
“Nyonya Cho, apa kabar?”. Nyonya Cho tak menjawab. Dengan gemetar, dimembelai
pipi gadis itu dan langsung memeluknya dengan airmata yang tertahan. Ingin
rasanya ia menumpahkan semuanya. Melepaskan beban berat dihatinya jika saja,
jika saja,,,
Tuan Cho berdehem untuk menghentikan sebuah drama melankolis dihadapannya.
Nyonya Cho tersadar dan segera melepaskan pelukannya. Ia mempersilahkan gadis
itu untuk duduk disampingnya, dihadapan Niel yang masih menatapnya tak percaya.
“Cahaya Gunawan, senang bisa bertemu denganmu lagi. Kuharap kau juga senang
berada disini dan aku tidak menyangka, kau tumbuh menjadi gadis secantik ini.
Kau tahu, kau begitu mirip,,,” Tuan Cho menghentikan kata katanya , melirik
kearah Niel sambil mengangkat sedikit sudut bibirnya “Ibumu,,” lanjutnya
kemudian. kata katanya memang ditujukan untuk Aya namun tatapan matanya
mengisyaratkan jika kata itu juga berlaku bagi Niel.
“Oh ya, akan kuperkenalkan padamu semua anggota keluargaku. Perempuan
cantik yang duduk disebelahmu adalah Jane, istri dari putra kesayanganku Chand”
Niel melirik sekilas kearah Tuan Cho saat ia mengatakan ‘putra kesayangan’.
Niel tahu jika pria jahat itu hanya ingin menyindirnya. Sedangkan orang yang
sedang dibicarakan justru tersenyum tanpa beban, yang semakin membuat Niel
merasa muak.
“Dan, kau tahu siapa pemuda dihadapanmu saat ini?” lanjut Tuan Cho. Cahaya
reflek mengarahkan pandangannya kedepan, mata mereka bertemu untuk pertama
kalinya.
“Dia adalah,, Niel. Kakak tirimu yang hilang 20 tahun yang lalu”
Aya membulatkan matanya, ia tidak mengira akan mendapat kejutan secepat
ini. Bibirnya bergetar, berusaha merangkai kata untuk mengatakan sesuatu. Tapi
lidahnya begitu sulit untuk bergerak, sekedar untuk mengucapkan kata ‘Hai’.
Saat Aya mulai menguasai dirinya, kejadian tak terduga justru terjadi. Niel meninggalkan
kursinya begitu saja, tanpa mengucapkan apapun dan tanpa persetujuan siapapun.
# # #
Aya mendorong pintu itu perlahan,
kamar sederhana yang serba putih itu sungguh menyejukkan hatinya. Ia membanting
tubuhnya keatas kasur yang lagi lagi bewarna putih dengan motif mawar merah
dibeberapa bagian. Aya menghela napasnya, menatap langit langit kamarnya sambil
mengingat sesuatu.
“Ibumu memang mengaku kalau dirinya
seorang janda dengan seorang anak. Putranya yang berusia 6 tahun itu menghilang
saat ia masih bekerja diluar negeri. Tapi sebuah fakta terungkap saat malam
pertamanya bersama ayahmu. Ibumu berdarah, darah yang tidak seharusnya dialami
oleh seorang wanita yang pernah menikah, bahkan sampai mempunyai anak. Ibumu menyimpan
banyak misteri dimasa lalunya, masa lalu yang tidak pernah ia ceritakan pada
siapapun bahkan pada ayahmu”
“Tante mohon padamu untuk selalu
berhati hati disana. Mungkin akan banyak rahasia yang terungkap, tapi kau harus
tetap waspada karna mungkin menimbulkan sebuah resiko. Kali terakhir ayah dan
ibumu kesana untuk tujuan yang sama denganmu, dan kau sudah tahu akibatnya kan?
nyawalah yang menjadi taruhannya!.”
Aya
menghela napasnya lagi, untuk menenangkan pikirannya. Badannya terlalu lelah
untuk mengikuti perintah otaknya. Ia memiringkan posisi tubuhnya untuk mencari
kenyamanan dalam dirinya untuk menghapus penat yang menghantuinya.
“Aku sudah sampai,, Ayah Ibu doakan
aku!”. Tak berapa lama matanya terpejam. Aya tertidur dalam kedamaian. Bibirnya
menyunggingkan senyum, membayangkan belaian dan dekapan dari ibunya.
# # #
“Hei, apa kau sudah melihat wajah
gadis itu?” bisik seorang pelayan kepada pelayan disebelahnya.
“Gadis siapa maksudmu?” sahut
temannya dengan suara yang tidak pelan. Pelayan itu gelagapan memandang sekitar,
takut takut jika ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Ia lalu mengajak
temannya berbicara ditempat yang tersembunyi diantara pilar pilar besar yang
kokoh.
“Apa kau gila!, jika ada yang
mendengarnya bagaimana. Pelankan suaramu, jika tidak ingin mati sia sia”
temannya akhirnya mengangguk mengerti. “maksudku, gadis yang baru datang tadi
pagi. Yang aku dengar, wajahnya sangat mirip dengan ibunya”
“Memangnya kenapa, bukannya wajar
jika seorang anak perempuan mirip dengan ibunya?”
“Ah, kau ini bodoh atau apa? Apa kau
tidak mendengar beritanya, bahwa Tuan Niel dan gadis itu adalah saudara tiri?”
temannya menggeleng tak percaya membuat pelayan
itu mendecah tak karuan. “Kalau menurut pendapatku ya, aku tidak percaya kalau
mereka itu punya hubungan darah tapi kalau tentang Tuan Cho dan Niel, mereka
itu laksana buah pinang dibelah dua tidak ada bedanya. Aku sudah membuktikannya
sendiri dan itu memang sudah dibuktikan secara medis kalau Tuan Chand dan Niel
itu adalah saudara”.
“Lalu apa alasanmu kalau gadis itu
bukan saudara Tuan Niel?” temannya mulai terhanyut dengan pembicaraan hangat
itu. Pelayan muda itu semakin mendekatkan badannya sambil terus mengawasi
situasi.
“Karna dari berita yang aku dapat
dari orang yang pernah bekerja disini saat Tuan Chand dan Niel masih kecil,
katanya ia tidak sengaja mendengar Tuan chand mengatakan bahwa Niel bukanlah anak
dari pengasuhnya”.
“Pengasuh?”
“Iya, ibu gadis itu adalah mantan
pengasuh Tuan Chand!”
“Itu berarti,,,”
“Kalian sedang membicarakan apa?”
Mendadak keduanya terperanjat
mendengar suara dari arah belakang mereka. Sesaat keduanya membisu dengan
tangan gemetar lalu menoleh kesumber suara itu, hampir bersamaan.
“Nyo_Nyonya Jane,,,” sahut mereka
sambil menelan ludah. belum sempat Jane mengatakan sesuatu kepada dua pelayan
itu, Nyonya Cho datang menghampiri mereka.
“Ada apa Jane?”
“Tidak apa apa Bu, aku hanya sedang
menegur mereka karna bukannya bekerja malah asyik mengobrol disini”
Nyonya Cho mengerti, ia akhirnya
mempersilahkan kedua pelayan itu kembali bekerja untuk menyiapkan makan siang. Dan
Jane seperti tidak rela melepas kepergian mereka begitu saja.
“Oh ya Jane, menurut dokter kapan
operasinya akan dilakukan?” Nyonya Cho mengalihkan perhatiannya.
“Jika keduanya telah siap dan tidak
ada masalah, mungkin besok bisa dilakukan operasi”
“Benarkah, kalau begitu aku akan kekamar
Niel untuk memberitahunya” Nyonya Cho melangkah dengan antusias sebelum
panggilan Jane menghentikannya.
“Kalau boleh, biar aku saja yang
memberitahunya” Nyonya Cho terdiam sebelum akhirnya mengangguk menyeyujui
permintaan Jane.
# # #
Jane mengetuk pintu kamar Niel, namun
pintu itu belum juga terbuka. Ia ketuk sekali lagi, masih saja hening. Lama ia
menunggu didepan pintu itu, sampai akhirnya ia hampir menyerah jika saja ia tak
mendengar suara pintu terbuka.
“Jane!”
Jane tersenyum menghampiri pria diambang pintu itu. Ada yang berbeda, Niel
tidak terlihat seperti biasanya dan Jane menyadari hal itu.
“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ini tentang Chand”. Niel seakan paham
maksud arah pembicaraan yang dimaksud Jane. Iapun membuka pintu kamarnya lebih
lebar.
“Masuklah!”. Jane memasuki kamar Niel dan langsung menyapukan pandangannya
keseluruh ruangan. Hari masing siang, namun kamar itu penuh kegelapan. Niel
duduk disofa panjang yang sebenarnya bewarna merah, namun tetap menjadi hitam
dalam keremangan.
“Kenapa berdiri saja, duduklah” pinta Niel
“Aku hampir tidak melihatmu, kenapa kau tidak membuka jendelanya?” Jane
beranjak menuju jendela dan menyibakkan tirainya, sedikit demi sedikit cahaya mulai
memasuki kekamar itu.
“Jangan!, aku suka kegelapan”. Jane menggigit bibir bawahnya mendengar
permintaan Niel. Akhirnya ia menutup kembali tirai itu lalu duduk disamping
Niel.
“Apa kau seorang vampire”
“Kalau iya, apa kau takut” Niel mencoba untuk tersenyum menanggapi
pertanyaan Jane namun sorot matanya menunjukkan sebaliknya.
“Sedikit” Jane memandang Niel, lebih dalam membaca apa yang tersimpan dalam
mata tajam namun indah itu. Mencoba menguak rahasia tersembunyi dalam diri pria
yang menyukai kegelapan. Ya, disana hanya ada kegelapan dan Jane tidak dapat
membuka pintu hitam itu.
“Oh ya, kata dokter besok operasinya sudah bisa dilakukan. Apa kau siap?”
Jane mengalihkan pandangannya, sebelum ia tersesat semakin dalam. Niel masih
menatapnya dan semakin mendekatkan posisinya.
“Jangan kuatir, aku baik baik saja”
“Tapi sepertinya, kau sedikit kacau” Jane menantang kembali mata elang
milik Niel. “Apa karna gadis itu,,,”. Raut wajah Niel seketika berubah, ia
memundurkan kembali posisinya. “Bagaimana perasaanmu?” Jane bertanya lagi
dengan intonasi sehalus mungkin, bahkan lebih terdengar seperti perhatian.
“Aku bilang aku baik baik saja. Kau takut operasinya batal sehingga akan
berakibat fatal pada Chandmu?”
“Bukan, maksudku perasaanmu mengenai kenyataan tentang asal usulmu. Bahwa Chand
terrnyata adalah kakak tirimu dan gadis itu adalah adik tirimu. Kalian seibu,
dan sepertinya kau sulit menerimanya. Itu terlihat dari reaksimu tadi pagi”.
Niel tersenyum melirik kearah pemilik mata biru shapire itu lagi, mengajaknya
mencari sendiri jawaban atas pertanyaannya melalui tatapan mata. Sesaat, Jane
seperti terhanyut kembali pada pandangan itu namun ia berusaha untuk tetap fokus
“Apa kau teringat dengan ibumu?”
Jane mencoba memancing Niel lagi.
“Memangnya apa yang kau tahu tentang ibuku?” Niel memalingkan wajahnya
sambil menyilangkan sebelah kakinya
“Entahlah, kabar yang beredar mengatakan bahwa ibumu dan Tuan Cho punya
hubungan terlarang. Itulah sebabnya kau,, ada”. Akhirnya Niel menunjukkan
senyum sinisnya.
“Apakah itu yang mereka katakan? benar benar menjijikkan!” desisnya.
Jane sedikit terkejut melihat perubahan Niel. Pria itu memang dingin tapi
kali lebih menakutkan. Jane sedikit ragu untuk menanggapi pernyataan Niel dan akhirnya
ia memutuskan untuk menghindar dari situasi yang tidak menguntungkan itu.
“A_aku harus kembali, Chand pasti sedang mencariku” Jane bangkit duduknya,
diikuti Niel yang menyusulnya. Jane sampai didepan pintu, tangannya sudah
hampir meraih gagang pintu sebelum suara Niel menghentikannya. Jane semakin
terkejut.
“Biar aku saja” Niel membukakan pintunyu sambil menyunggingkan senyum dan
seketika senyumnya lenyap melihat sesuatu didepan matanya. Ia segera menutup
pintunya kembali sebelum Jane sempat melangkahkan kakinya.
“Kenapa?”
“Tidak ada, hanya melakukan yang seharusnya aku lakukan” kilah Niel
“Apa maksudmu, aku harus kembali. Chand membutuhkanku!” Jane mencoba
membuka pintunya namun terhalang tubuh Niel yang menghadangnya. Jane mulai
panik.“Niel, aku adalah kakak iparmu jadi kumohon jangan kurang ajar” Jane
sudah diambang batas kesabarannya. Niel hanya menanggapinya dengan senyuman.
Akhirnya ia membuka kembali pintunya, dan Jane sedikit tergesa keluar dari
pintu itu. Rahangnya mengeras menahan marah.
“Baby sitter yang malang!” desis Niel menatap kepergian Jane. Ekor matanya
beralih menatap lurus kedepan, kesebuah kamar dengan pintu yang terbuka.
Mendadak sorot matanya berubah ketika menangkap sosok yang juga tengah menatapnya.
# # #
“Cahaya!” Aya mengalihkan
perhatiannya sejenak mendengar panggilan itu.
“Panggil saja Aya, lebih gampang”
sahutnya tersenyum sumringah. Ia menatap keluar jendela lagi, tapi sosok yang
dicarinya telah menghilang.
“Maaf mengganggu. Kau pasti masih
lelah”
“Tidak apa apa. aku justru senang
mendapat kunjungan” Aya masih sibuk membuka tirai jendela kamarnya. Ia ingin
semuanya terbuka, agar kamarnya seterang namanya. Baru setelah itu, ia segera
duduk menghampiri tamunya.
“Apa ada yang bisa kubantu Kak?”.
Chand tersenyum menanggapi pertanyaan itu.
“Kau gadis yang sangat ceria dan
sepertinya menyenangkan jika mengobrol denganmu”
“Apa aku mirip ibuku?” Aya memulai
menjalankan misinya. Chand terdiam sejenak, kepalanya menunduk menatap lantai
putih kamar Aya.
“Ibumu orang yang sangat
menyenangkan, lembut dan hangat. Dia sangat sabar menghadapi anak nakal
sepertiku” Chand tertawa kecil mengingat masa kecilnya. Aya tidak ingin
menanggapi, ia membiarkan Chand melanjutkan ceritanya agar lebih banyak lagi
yang ia tahu tentang ibunya.
“Waktu kecil aku tidak mau lepas
darinya, dia sudah seperti ibuku sendiri. Itulah yang membuat Aku dan Niel
selalu bertengkar memperebutkannya”. Mendengar nama Niel, Aya teringat kejadian
tadi pagi. Mendadak, suasana menjadi hening.
“Lalu, siapa yang menang?” pancing
Aya
“Aku”
“Bagaimana dengan Kak Niel, dia
pasti menangis”
“Tidak. Dia anak yang tidak pernah
menangis, bahkan saat aku memukulnya. Dia selalu mengalah, dan selalu baik
padaku tapi aku selalu memperlakukannya dengan buruk. Dia, tidak pernah punya
mainan, Niel hanya bernain dengan mainanku yang telah rusak atau memang sengaja
aku rusak karna setiap ibumu membelikannya mainan, aku selalu merebutnya. Tapi,
dia tidak pernah marah, ibumu mendidiknya dengan sangat baik”. Chand menghela
napasnya sejenak.
“Aku berbuat jahat pada sendiri dan sekarang Tuhan telah menghukumku dengan penyakit ini”. Chand
mencoba tersenyum, membentuk lesung pada kedua pipinya. Aya memandangnya dengan
iba. “Sekarang apa yang harus aku lakukan. Setelah semua yang telah aku lakukan
padanya dulu, sekarang dia kembali dengan sebuah pertolongan untuk menjadi pendonor.
Jujur, aku, sangat takut!” Chand mengatakannya dengan bibir bergetar, Aya melihat
dengan jelas ketakutan itu tapi ketakutan tentang apa?
“Dia telah berubah. Aku melihat
kebencian dimatanya, aku takut dia membawa dendam kerumah ini dan menghancurkan
segalanya. Jika itu terjadi, akulah yang harus disalahkan. Akulah penyebab
semuanya, aku!”. Tiba tiba darah merembes dari hidungnya. Aya panik, tapi
segera bertindak. Ia teringat masih punya beberapa lembar tissu didalam tasnya,
mengambilnya lalu mengulurkannya pada Chand. “Jangan khawatir, ini biasa
terjadi” Chand masih bisa tersenyum sebelum membersihkan darahnya yang terus
keluar. Wajahnya memucat, Aya merasa sesuatu yang lebih buruk akan terjadi jika
dia tidak segera berbuat sesuatu.
“Ayo kak, aku antar kekamarmu.
Mungkin kau harus minum obat untuk menghentikan pendarahannya”. Aya membantu
Chand bangkit dari duduknya lalu memapahnya keluar. Baru setengah perjalanan
melewati koridor panjang itu, Chand sudah tidak sanggup menggerakkan kakinya.
Ia rubuh bersama Aya yang tidak siap dengan kejadian itu. Aya mencoba
memapahnya kembali, ia melingkarkan tangan Chand dibelakang kepalanya lalu
mengangkatnya ke bangku kayu ditengah koridor itu. Baru saja Aya mendudukannya,
Chand muntah darah hingga menyiprat kebajunya. Baju yang baru saja ia pakai itu
kini penuh dengan bercak darah. Chand semakin melemah, Aya membantu merebahkan
kepalanya kesisi bangku dan segera meminta bantuan.
Aya mengetuk pintu itu berkali kali
sambil memanggil nama sang pemilik kamar itu. Akhirnya pintu terbuka, Niel
sedikit terkejut mengetahui Aya yang mengetuk pintu. Ia seperti memohon
pertolongan, tapi Niel tidak terlalu memperhatikan kalimat apa yang keluar dari
mulut gadis manis itu. Niel hanya mampu mendengarkan irama jantungnya yang
kencang saat menatap mata berlian hitam itu.
Ia bahkan sampai memegang dada kirinya untuk menormalkannya kembali.
“Kak Niel jangan diam saja, kumohon
bantu aku!” Aya meronta sambil mengguncang lengan kiri Niel untuk
menyadarkannya bahwa saat ini mereka dalam situasi yang genting. Tak tarasa air
matanya jatuh, sambil menoleh kearah Chand yang masih berbaring berlumuran
darah. Itulah yang membuat Niel tersadar, dia segera berlari kearah Chand. Ia
baru menyadari jika Chand berada disana dengan kondisi seperti itu. Aya lega,
lalu mengikutinya dibelakang.
Dengan mudah Niel mengangkat tubuh kurus
itu dengan kedua tangannya. Butuh waktu lama untuk sampai ke pintu depan namun
Niel melaluinya lebih cepat, Ia setengah berlari sambil membawa tubuh Chand.
Keringat bercucuran dipelipisnya dan napasnya mulai tak beraturan. Aya membukakan
pintu dan meminta penjaga untuk menyiapkan mobil. Melihat kondisi Tuannya,
penjaga itu langsung bergegas sedangkan penjaga lainnya juga mengikuti perintah
Aya untuk memberitahukan hal ini pada keluarga Cho. Tak berapa lama mobil
datang, penjaga tadi membantu membuka
pintu agar Niel dapat segera masuk sedangkan Aya duduk didepan disamping supir.
Setelah pintu ditutup, mobil itu melesat dengan kecepatan tinggi. Jane yang
kebetulan sedang mencari keberadaan Chand tidak sengaja mendengar keributan
didepan. Ia menghampiri penjaga untuk bertanya apa yang terjadi.
Bersambung ke Bagian 3,,,,