HITAM dan PUTIH
( Pangeran Kegelapan dan Putri Cahaya )
“Aku datang bukan untuk sebuah pengakuan, melainkan
kehancuran!”
# # #
“Selamat datang Niel, apakah
perjalananmu menyenangkan!” Pria yang baru saja keluar dari mobil itu tersenyum
sinis, menanggapi pertanyaan wanita yang datang menyambutnya.
“Lumayan, Nyo_nya!” Pria itu
menekankan kata terakhirnya. Berharap wanita itu mendengarnya dengan jelas atau
mungkin hanya ingin melihat reaksi apa yang akan ditunjukkan wanita bermata
lembut itu ketika ia memanggilnya.
“Baiklah, kau pasti lelah.
Istirahatlah!” tanpa diduga wanita itu tersenyum lalu menyuruh para pelayannya
untuk mengantar Niel ke kamarnya. Tapi Niel masih saja menatap wajah cantik
itu, wajah yang masih sama seperti 22 tahun yang lalu. Niel berharap ada
sedikit rasa takut pada wajah itu atau setidaknya, rasa waspada terhadap
kehadirannya. tapi nihil, wajah itu tetap memancarkan keteduhan yang membuat
Niel mendesah frustasi.
“Teruslah tersenyum, sebelum aku
membuatmu menangis!” bisik Niel sambil memamerkan senyum sinisnya, sebelum akhirnya
ia melangkah mengikuti pelayan yang menuntunnya memasuki kamar. Setelah
kepergian Niel, raut wajah wanita itu sedikit berubah. Ada rasa kekawatiran
disana tapi ia mencoba menepisnya dengan menghirup oksigen sebanyak banyaknya
kemudian menghembuskannya perlahan seiring rasa takutnya yang coba ia hilangkan
# # #
Niel sampai didepan pintu kamarnya,
para pelayan yang mengikutinya membuka pintu lalu memasukkan semua barang
barang Niel kedalam kamarnya. Tapi pandangan Niel justru tertuju kearah sebuah
pintu bercat putih yang berada diujung koridor. Sekitar 100 meter dari kamarnya
yang saling berhadapan. Seperti terhipnotis, Niel seakan dituntun untuk menuju
pintu klasik itu.
Niel melangkah, menyusuri setiap sudut kenangan masa kecilnya, setidaknya
masih ada hal hal indah yang masih tertinggal dirumah itu. Ia seperti melihat
kenangan itu kembali terulang didepan matanya. Saat Niel kecil berlari lari
mengelilingi pilar pilar besar yang berdiri kokoh disepanjang koridor, lalu
tiba tiba seorang perempuan memanggil namanya sambil mengejarnya.
“Niel!”
Niel
kecil semakin mempercepat larinya sambil tertawa. Langkahnya yang kecil tak
mampu mengelabui perempuan berambut hitam panjang itu, hingga akhirnya Niel
kecil tertangkap basah.
“Dasar anak nakal” kata perempuan
itu sambil terus menciumi Niel kecil yang tertawa kegelian akibat ciuman itu.
Niel ikut tersenyum mengingat memori indah itu. Kakinya kembali melangkah
melewati setiap pilar pilar kenangannya. Sampai akhirnya kakinya berhenti. Niel
menempelkan sebelah tangannya dipintu itu, merekam setiap kejadian dimasa
lalunya. Matanya mulai berkaca kaca, lalu tersenyum dalam kesedihan. Tangannya
beralih memegang knop pintu, sesaat ia ragu untuk membukanya atau tidak. Namun
entah kenapa pintu itu terbuka dengan sendirinya, terbukalah kamar bernuansa
serba putih yang beraroma melati itu. Nampaklah Niel yang berusia 6 tahun
tengah antusias mendengarkan perempuan disebelahnya membacakan sebuah cerita
dongeng untuknya.
“Pada akhirnya pangeran Kegelapan menyadari perasaannya pada putri Cahaya.
Dendamnya kepada raja Kegelapan perlahan sirna oleh cinta yang diberikan putri
Cahaya untuknya dan kerajaan Pelangipun kembali dalam kedamaian. TAMAT”. Perempuan
itu menyelesaikan ceritanya lalu melirik Niel yang telah tertidur pulas.
“Selamat tidur sayang. Mimpi indah” bisiknya, kemudian mengecup kening
bocah tampan itu sambil memeluknya dalam kehangatan.
Niel tersenyum sinis, mengingat
kembali kejadian masa kecilnya. Saat itu juga kesadarannya kembali. Ia
masih berada didepan pintu itu sambil tetap memegang knop pintu karna pintu itu
tidak pernah terbuka. Bukan karna Niel tidak ingin membukanya namun karna
memang pintu itu, terkunci.
“Pangeran Kegelapan telah kembali Bu, bersama dendamnya yang belum
terbalaskan!”
# # #
“Berlian hitam itu
, , , , “
Niel memicingkan sebelah matanya,
ketika seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam. Ia bangkit dari tempat
tidurnya dan segera melangkahkan kakinya menuju pintu untuk menghentikan
panggilan yang mengganggunya itu.
“Apa kau bisa diam?!” kata Niel
setelah membuka pintunya dengan kasar. Pelayan muda dihadapannya itu hanya bisa
menelan ludah, ketakutan.
“M_ maaf Tuan. Tapi Nyonya Cho
menyuruh an,,,”
BRAAKK!!!
Niel menutup pintunya dengan keras
sebelum pelayan itu menyelesaikan kata katanya.
“Pelayan bodah!” desisnya.
# # #
“Apa? anak itu tidak ingin memperpanjang kontraknya? Pria
itu tersenyum sinis lalu bangkit dari meja kerjanya menuju kearah jendela.
Tangan kirinya ia masukkan kedalam saku celananya.
“Mungkin harus ada sebuah diplomasi yang hangat untuk memberi pelajaran pada anak itu. Katakan padanya bahwa Tuan Cho
mengundangnya kemari. Selain untuk keperluan bisnis tentu saja karna sudah lama
kita tidak bertemu dan ada sebuah kabar gembira untuknya, dia pasti senang mendengarnya. jadi siapkan semua
keperluannya. Perjalanannya sangat panjang, kau harus menyenangkannya”
“Baik Tuan, akan kami laksanakan!”
jawab seseorang dari seberang telepon sebelum akhirnya sambungannya terputus.
“Bocah tak tahu diuntung itu mencoba mengulang kesalahan Ayahnya kembali? Coba saja!”. Pria yang menyebut dirinya Tuan Cho itu mengambil cangkir
kopi dimejanya, lalu menyesapnya perlahan. “Sesuatu yang sudah ada ditanganku,
tidak akan aku lepaskan, kecuali aku menghancurkannya!”. Tiba tiba Tuan Cho
melepaskan gagang cangkir itu dari tangannya sehingga menimbulkan bunyi yang
nyaring.
Nyonya Cho yang memang sengaja ingin
menemui suaminya, mempercepat langkahnya setelah mendengar bunyi barang pecah
dari ruangan itu.
“Ada apa?” tanyanya
“Cangkirnya pecah” sahut Tuan Cho
santai. Nyonya Cho menghela napasnya lalu menyuruh pelayannya untuk
membersihkan semuanya.
“Istriku, sebentar lagi kita akan
kedatangan tamu istimewa. Kau pasti senang bertemu dengannya”
“Siapa? Bukankah kita memang sedang
ada tamu”. Tuan cho kembali memamerkan senyumnya.
“Ya, dua duanya memang tamu. Tamu
yang tak diharapkan!”
# # #
Tok tok tok!
Niel yang baru saja selesai dari
kamar mandi, mendesah mendengar pintunya kembali diketuk. Handuk yang ia
gunakan untuk mengeringkan rambutnya, ia lempar begitu saja kemudian beranjak
menuju pintu dengan rambut hitamnya yang masih setengah basah.
Pintu dibuka, Niel siap akan meledak
jika saja manik matanya tidak menangkap sosok yang berbeda dihadapannya.
Seorang perempuan berambut coklat keemasan, ikal dan bergelombang. Perempuan
cantik itu tersenyum padanya dengan lipstik merahnya yang menawan, seakan
kontras dengan kulitnya yang putih. Niel mengamati perempuan itu dari ujung
rambut hingga ujung kaki. Semuanya, Sempurna!.
“Siapa ya?” tanya Niel datar
“Aku Jane. Istri dari Chand”. Niel
mengernyitkan sebelah alisnya, menyadari sesuatu.
“Oh, senang bertemu denganmu Ja_ne”
sahut Niel sambil mengulurkan tangan kanannya. Jane menyambut uluran tangan
itu. Tangan yang dingin, tapi terasa menyejukkan. Ditatapnya lagi pria dihadapannya
itu, benar benar dingin tapi tetap mempesona dengan rambut yang berantakan dan
basah.
“Sebenarnya, ada perlu apa?”
pertanyaan Niel membuat Jane tersadar.
“Ah, sebenarnya aku, atas nama Chand
ingin meminta maaf karna tidak bisa menyambut kedatanganmu. Saat itu kami masih
berada dirumah sakit. Kau pasti tahu kan keadaan Chand, jadi aku harap kau bisa
memakluminya”
“Tidak masalah. Tidak apa apa” Niel mengatakannya dengan tersenyum, senyum
yang berbeda dari biasanya.
“Oh ya, Ibu memintamu untuk segera ke meja makan. Untuk menyambut
kedatanganmu”
“A_ah, tentu saja. Aku segera bersiap”
“Baiklah, kami menunggumu” kata Jane sebelum berlalu. Niel kembali
tersenyum, matanya masih menatap punggung perempuan itu.
“Dia,,, selalu punya mainan yang bagus!” gumamnya. Kembali dengan senyum
sinisnya.
# # #
Pagi harinya,,,
“Apa kabar Niel, apa semalam tidurmu
nyenyak?” tanya Tuan Cho membuka percakapan.
“Aku baik, kalau buruk tentu aku
tidak akan berada disini kan?” sahut Niel sambil melirik kearah Chand yang juga
tengah menatapnya.
“Tidurku juga nyenyak, bahkan lebih
nyenyak dari sebelumnya” Niel melanjutkan perkataannya, tatapannya menyapu
semua orang yang hadir dimeja makan itu dan ketika manik matanya tertuju pada
Jane, ia tersenyum manis. Janepun membalas senyum itu. Sedangkan Chand
mengamati keduanya dengan tatapan curiga.
“Tadi malam aku tidak bisa
menyambutmu karna aku terlalu sibuk dan kupikir, sekalian saja menyambut kalian
berdua” Niel melirik waspada kearah Pria angkuh itu. “Hari ini aku juga akan kedatangan
tamu istimewa. Tamu yang mungkin mengingatkanmu tentang seseorang. Putri dari
sahabatku, Tuan Reza Gunawan yang juga seorang pengusaha Teh tersukses di Negerinya. Kau memang tidak mengenalnya tapi mungkin
kau mengenal ibunya”. Tuan Cho tersenyum sinis dan detik itu pula seorang
penjaga, lengkap dengan jas dan kacamata hitam datang menghampirinya.
“Dia sudah sampai Tuan” kata penjaga
itu
“Ah, tepat pada waktunya. Segera
antar dia kemari, karna kami semua tidak sabar menunggunya”. Sahut Tuan Cho.
Semua mata memandangnya dengan pemikirannya masing masing kecuali Jane, yang
tidak terlalu menanggapi perkataan Ayah mertuanya itu. Tatapannya justru
tertuju pada seorang pria berbaju hitam dengan sorot mata yang tajam bagai
Elang, dialah Niel.
“Selamat pagi semua!” sapa seorang gadis
berambut hitam dan panjang, kontras dengan dress satin warna putih. Kulitnya
kekuningan bak buah langsat yang ranum, wajahnya ayu dengan senyuman yang
manis, alisnya melengkung indah dengan manik mata yang hitam bersinar bagai
berlian, Berlian Hitam.
0 komentar:
Posting Komentar