HITAM Dan PUTIH
“ Terkadang Aku merasa menyerah, tapi terkadang Aku harus
berjuang!”
Sampai di rumah, Aya mempercepat langkahnya berharap segera menemukan Jane.
Dari informasi yang didapatnya dari seorang pelayan, Jane sedang berada ditaman
belakang. Sampai ditengah ruangan, Aya berhenti. Menentukan kemana arah menuju Taman
itu. Rumah Keluarga Cho sangat luas sehingga menyusahkan Aya yang masih awam
dengan rumah itu. Setelah memastikan arahnya dengan benar, Aya meneruskan
langkahnya. Ketika ia hampir memasuki area taman itu, kakinya berhenti melihat
seseorang didepannya.
“Tuan Cho”
“Sedang apa kau disini”
“Nyonya Cho bilang, Jane belum
mengetahui jika Kak Chand sudah sadar. Apakah anda sudah menemuinya Tuan”
“Ya” jawaban singkat itu membuat Aya
lega. “Aya, bisakah kau ikut keruanganku. Kita belum membahas tentang bisnis
sejak kedatanganmu kemari. Karna sekarang kondisi Chand membaik, kita sudah
dapat melakukannya”
“Baiklah Tuan”
Tuan Cho tersenyum tipis lalu berjalan keruang kerjanya. Sesampainya
disana, ia mempersilahkan Aya duduk didepannya dan menyerahkan sebuah surat
kontrak.
“Kau yakin tidak ingin memperpanjangnya” tanya Tuan Cho sambil memainkan
Bolpoinnya.
“Saya minta maaf, untuk saat ini kami mengurangi jumlah ekspor Teh mentah ke
luar negeri. Yang awalnya mencapai 90%
kini hanya 50% saja. Jika harus mengekspor, itupun yang sudah diolah dengan
Brand dalam negeri. Kami sudah banyak belajar tentang kesalahan kami. Teh dari
Negara kami adalah yang terbaik di dunia, tapi justru rakyatnya sendiri tidak
pernah mencicipinya. Jika ingin mencicipi, harganya pasti selangit karna diolah
dengan Brand luar negeri. Padahal kenyataannya, Teh itu juga yang ditanam dan
dipetik dari tanah kami”.
“Oh jadi menurutmu, kami para importir Teh yang telah membodohi kalian. Dan
sekarang, karna kalian sudah merasa pintar. Kalian bersikap pelit” Aya mencoba
berkepala dingin menanggapi pernyataan sinis itu.
“Negara produsen Teh bukan hanya kami Tuan Cho, anda dapat beralih ke
negara lain. China atau Jepang misalnya”
“Seperti yang sudah kau katakan tadi, bukankah Teh kalian yang terbaik.
Kenapa aku harus mencari alternatif lain”
“Tuan Cho,,”
“Kenapa kau selalu memanggilku Tuan Cho. Panggil saja aku Paman. Bukankah
kau juga memanggil istriku dengan sebutan Tante. Aku lihat semakin hari
hubungan kalian semakin dekat, hingga Istriku berani membuka sebuah rahasia
yang seharusnya tidak kau ketahui” Aya menatap mata tajam itu, mata yang sama
seperti milik Niel. “Kau beruntung, aku tidak meminta apapun darimu untuk
menebus rahasia itu. Asal kau tahu saja, jangan sampai kau mengulang apa yang
terjadi dengan kedua orang tuamu dulu. Kau memang selamat waktu itu. tapi kali
ini jika kau melakukan hal yang sama, mungkin kau akan berakhir seperti mereka”
Aya terbelalak. Sebenarnya apa yang diperbuat Tuan Cho pada orang tuanya.
Setahu Aya, mobil yang ditumpanginya bersama kedua orang tuanya mengalami
kecelakaan dalam perjalanan menuju bandara. Saat itu usianya baru 1 tahun.
“Apa kau sedang berpikiran bahwa akulah dalang dibalik kecelakaan itu. Kalau
ya, memangnya kau bisa apa? lapor polisi? Coba saja kalau kau punya bukti”.
Pria itu tersenyum meremehkan. Menebak isi pikiran gadis itu.“Jadi bagaimana,
kau sudah memutuskan?” Tuan Cho meletakkan Bolpoinnya diatas surat kontraknya dan
mendekatkannya pada Aya. sedangkan Aya belum bergerak sedikitpun. Pandangannya
hanya tertuju pada Bolpoin itu tanpa ada sedikitpun keinginan untuk
mengambilnya. Tangannya mendadak gemetar namun sorot matanya tetap menatap mata
tajam itu.
“Baiklah. Mungkin kau masih butuh waktu untuk memikirkannya. Kau juga boleh
melakukan tawar menawar seperti yang dilakukan Ayahmu dulu dan ia sangat cepat
membuat keputusan. Pada akhirnya ia tetap mendatangani kontraknya. Kau tahu
kenapa, karna kami berdua melakukan sebuah kesepakatan yang saling
menguntungkan satu sama lain. walaupun semua itu tetap ada konsekuensinya”.
Tuan menyeringai diakhir kalimatnya yang semakin membuat Aya tidak mengerti
maksud pembicaraannya. Hingga Pria itu beranjak dari duduknya dan mendekati Aya
yang masih terduduk lesu. “Kupikir diskusinya berakhir sampai disini. Aku tidak
akan memberi batasan waktu, selama kau juga tidak membocorkan rahasia itu pada
siapapun karna aku masih menghargaimu sebagai anak dari Ibunya Niel. Kuharap
kau paham apa maksudku” seketika raut wajah arogan itu berubah. Ia tersenyum
lagi, kali ini lebih tulus. “Baiklah, sekarang ayo ikut bersamaku ke rumah
sakit. Bisnis tetaplah bisnis dan tidak perlu dikaitkan dengan masalah
keluarga. Benarkan?” ucapnya.
Tuan Cho melangkah keluar dari ruangan itu sedangkan Aya masih belum
beranjak dari duduknya. Ia terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya.
Walaupun ia sudah menyiapkan mentalnya untuk situasi tersebut. Tetap saja,
praktek dilapangan lebih sulit dari yang dibayangkan. Ia tidak pernah menyangka
situasinya akan seperti ini. Bahwa Tuan Cho mengaku terlibat dalam kecelakaan
itu. Benarkah kejadian itu bukan hanya kecelakaan biasa namun sebuah konspirasi
pembunuhan!. Tapi kenapa? Aya menghela napasnya berkali kali, mencoba bersikap
biasa saja. ia belum dapat memastikan kebenarannya sebelum mendapatkan bukti
yang jelas. Jadi ia harus bersikap bahwa tidak terjadi apa apa, hanya
pembicaraan bisnis seperti biasanya. Ketakutan hanya akan membuatnya lemah. Aya
lalu memantapkan hati lalu bangkit dari kursinya. Tidak lupa ia memanjatkan
doa, untuk memulai menaklukan misi yang sebenarnya.
# # #
“Kau mau kuantar, kebetulan aku juga ingin menjenguk Chand”
“Baiklah jika tidak merepotkanmu”.
Niel tersenyum tipis lalu memberikan sebuah kode pada penjaga. Penjaga itu
mengerti lalu bergegas menuju bagasi.Tak lama berselang sebuah Mobil mewah
model sport berhenti didepan mereka. Pintunya terbuka keatas dan penjaga tadi
keluar dari sana kemudian menyerahkan kuncinya pada Niel. Jane ternganga
melihat mobil itu.
“Apa itu mobilmu Niel?”
“Ya, kau suka?”
“Luar biasa!”
Niel tersenyum lagi lalu membukakan pintu mobil itu untuk Jane. Perempuan
cantik itu berterima kasih sebelum memasuki Mobil mewah didepannya. Lagi lagi,
ia berdecak kagum. Setelah duduk disebelah Jane, Niel bersiap menjalankan
Mobilnya. Seringaian kecil muncul disudut bibirnya sebelum Mobil itu melesat bagai
angin. Detik itu pula Tuan Cho datang, ia memperhatikan ‘Besi’ berjalan itu
dari kejauhan.
“Siapa pemilik Mobil itu?” tanya Tuan Cho pada penjaga
“Tuan muda Niel. Nona jane juga ikut bersamanya”
“Oh,, bagus sekali!” ucap Tuan Cho sambil menggertakkan giginya. Sesaat
kemudian Aya telah berdiri disampingnya. “Kau sudah datang rupanya” ujarnya
lalu beralih kepada Penjaga. “Cepat siapkan Mobil!”
Sesampainya di Rumah Sakit. Jane sangat senang mengetahui dari Dokter David
bahwa suaminya sudah sadar 1 jam yang lalu. Saat ia tidak sengaja berpapasan
dengannya di jalan menuju Ruang dimana suminya dirawat. Sesampainya di Ruang
ICU, Jane hanya tersenyum bahagia menyapa Nyonya Cho yang duduk tak sabar
menunggunya dari tadi. Setelah itu ia langsung bergegas menemui Chand. Tak
sabar melihat wajah rupawan suaminya.
Nyonya Cho sedikit terkejut mengetahui Niel yang bersama menantunya.
Wajahnya berubah cemas. Niel melihat perubahan itu dan tersenyum sinis
menanggapinya.
“Apa kabar Nyonya. aku ikut senang melihat putra kesayanganmu itu sudah
membuka matanya”
“Te_terima kasih Niel. Kesembuhan Chand juga berkat dirimu. Kami sangat
berhutang budi. Aku sangat menyesal atas perbuatanku dulu, dan kumohon kau mau
memaafkanku dan Chand. Kami sangat menyesal” Nyonya Cho mencoba meraih lengan
kanan Niel
“Simpan saja penyesalanmu itu Nyonya. Kata maafmu sudah tidak berlaku
lagi!” Niel menghempaskan tangan itu dan pergi menjauh dari sana. Namun belum
terlalu jauh ia melangkah, kakinya terhenti oleh tubuh tinggi dihadapannya.
Kedua mata elang itu saling beradu.
“Aku ingin bicara empat mata denganmu” bisik Tuan Cho
“Oh, baiklah. tapi hanya sebentar, Aku sangat sibuk. waktuku sangat
berharga” sahut Niel acuh. Ia kembali meneruskan langkahnya. Tuan Cho
mengepalkan tangannya, menahan amarah. Istrinya memandanginya khawatir. Melihat
Ayah dan Anak itu terlibat perang dingin.
Niel sudah ingin menghentikan langkahnya kembali, melihat Aya yang berjalan
kearahnya. Tapi ada yang berbeda dari gadis itu, tatapannya kosong dan cahaya
matanya memudar. Sampai sampai Gadis itu tak menyadari jika telah berpapasan
dengannya. Kini giliran Niel yang bertanya tanya, apa yang sebenarnya terjadi
dengan gadis itu.
-
Setelah menemukan tempat yang cukup sepi, Niel berhenti dan menyuruh Tuan Cho
segera mengatakan maksudnya. Pria yang berstatus Ayahnya itu mendengus kesal.
Belum pernah ada orang yang berlaku tidak sopan padanya seperti itu. Lebih
parahnya lagi orang itu adalah Niel, yang notabene adalah Putranya sendiri.
Niel tidak peduli. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun. Baginya, Pria itu
bukanlah Ayahnya. Lebih tepatnya, tidak pernah menjadi Ayahnya. Hanya karna ia
terlahir dari benih Pria itu, bukan berarti ia adalah anaknya.
“Apa yang kau lakukan pada Jane” Tuan Cho memulai ‘pertarungan’
“Bukan urusanmu”
“Niel!” teriak Tuan Cho. Membuat orang orang yang tidak sengaja lewat
ditempat itu memperhatikan mereka. Tuan Cho memelankan suaranya sambil
mendekatkan dirinya kearah Niel. “Apa yang sebenarnya kau inginkan. Aku akan
memberikannya, status, harta, kekuasaan atau apapun. asalkan kau tidak
menggangu keluargaku dan setelah itu pergilah sejauh jauhnya dari kami”. Otot rahang
Niel mengeras mendengar ocehan itu.
“Sayang sekali, aku tidak butuh apapun darimu. Lagipula apa yang kau
miliki. Setahuku kau hanya seorang Manajer Hotel biasa. Kekayaanmu juga tidak
seberapa” Niel tersenyum meremehkan. Tuan Cho terkejut mendengarnya. “Kudengar
asal kekayaanmu saat ini adalah warisan. Seharusnya kau malu telah berani
membangga banggakannya didepanku. Kau tidak lebih dari seorang pecundang”.
Setelah mengatakan itu sebuah tamparan keras mendarat dipipi Niel.
“Apa Ibumu tidak pernah mengajari sopan santun!”. Niel tersulut emosinya
mendengar pria itu menyebut nyebut ibunya.
“Kau tidak berhak mengatakan sesuatu tentang Ibuku. Karna Kau tidak tahu
apapun tentangnya. Yang kau tahu hanyalah membodohinya” . Dua mata elang itu
kembali beradu. “Dan juga meguras hartanya”. Tuan Cho terhenyak mendengar
kalimat terakhir itu. Wajahnya memucat seketka. Ia memundurkan tubuhnya,
menjaga jarak dari Niel.
“K_kau tahu tentangnya”. Niel tersenyum sinis. Mengetahui kelemahan
lawannya.
“Aku tahu semuanya. Rahasia itu, yang kau kubur puluhan tahun telah
terbongkar. Sekarang, kau hanya bisa menunggu riwayatmu hancur. Jadi, jangan coba
coba mengganggu urusanku jika kau tidak ingin aku membongkar rahasia itu”
Setelah mengeluarkan ancaman itu, Niel menjauh dari sana. Merasa ia telah
memenangkan pertarungan.
“Jadi kau sudah tahu. Lalu apa yang kau lakukan padanya” Tuan Cho belum
menyerah, ia belum kalah. “Hanya memandangnya dari kejauhan atau, justru
menganggapnya tak pernah ada” mau tak mau Niel menghentikan langkahnya.
Wajahnya kembali menegang. Tuan Cho tersenyum sinis. “Kalau begitu, kau tidak
ada bedanya denganku. Membongkar rahasia itu sama halnya kau membiarkan bom itu
membunuh dirimu sendiri”.
Skak Mat!
Niel diam mematung. Ia telah kehabisan kata kata. Tuan Cho membalik
keadaan, ia melenggang dengan senyuman meninggalkan tempat iu untuk menemui
Putra sulungnya, Chand.
# # #
“Apa Aya juga ada disini?” Jane sedikt terkejut dengan pertanyaan suaminya.
“Aku ingin bertemu dengannya”
“Aku tidak tahu. Saat aku tiba disini, aku tidak melihatnya” Chand terlihat
kecewa mendengar jawaban itu dan Jane menyadarinya. “Kalau begitu aku akan keluar
mengeceknya, siapa tahu dia sudah datang”. Chand tersenyum setuju. Akhirnya Jane
meninggalkannya dengan berat hati. Ia masih ingin bersama suaminya tapi Pria
tampan itu justru menginginkan perempuan lain. Jane sangat berharap bahwa Aya
tidak ada disana, setidaknya untuk saat ini namun harapannya sirna ketika
melihat gadis itu tengah terlibat perbincangan yang hangat bersama Ibu
mertuanya. Mereka sangat akrab bagai Ibu dan anak. Tiba tiba ia merasa sangat
cemburu, pada gadis yang baru beberapa hari ini datang ke keluarganya. Namun
semua orang seperti telah mengenalnya bertahun tahun.
Jane akhirnya memanggil Aya. ia keluar untuk berganti posisi dengannya. Aya
memang sosok yang menyenangkan, tidak mustahil semua orang suka dengannya.
Tidak terkecuali dengan suaminya, batin Jane. Hanya sebagai seorang teman atau
mungkin adik bagi Chand. Ya, hanya sebagai adik. Pikirnya lagi, menenangkan
hatinya.
-
“Selamat siang menjelang sore Kak Chand. Tidurmu nyenyak sekali sampai
sampai kau bangun kesiangan” sapaan bertubi tubi itu reflek membuat bibir Chand
menyunggingkan senyum.
“Ya, aku kebanyakan tidur. Kenapa kau tidak membangunkanku” Aya mendelik
bingung.
“Aku tidak tahu caranya”. Chand kembali tersenyum namun hanya sesaat.
Mendadak wajahnya berubah murung.
“Apa yang terjadi saat aku masih tidur?”. Aya tidak langsung menanggapi. Ia
paham bahwa pertanyaan itu bernada serius. “Niel, apa dia melakukan sesuatu”
tanya Chand lagi.
Tebakan Aya benar. namun ia masih bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Ia
sama sekali tidak tahu apa apa soal Niel. Lebih tepatnya, apa yang pria itu
lakukan saat berada dirumah keluarga Cho. Setahu Aya, Niel hanya menghabiskan
waktunya didalam kamar.
“Aku takut, ia menjadikan Jane sebagai alat untuk balas dendamnya” lanjut
Chand.
“Kak Jane. Apa untungnya bagi Kak Niel?” Aya sengaja memposisikan dirinya
sebagai pihak yang tidak tahu apa apa. ia ingin mendengar apa yang dipikirkan
Chand soal rencana balas dendam Niel. Aya jadi teringat dengan pengakuan Tuan
Cho padanya. Apakah rencana balas dendam Niel ada sangkut pautnya dengan semua
itu.
“Seperti yang aku lakukan dulu
padanya. Dia ingin merebut yang kumiliki, yaitu Jane” Aya tetap terkejut
walaupun ia sudah menduga apa yang ada dipikiran Pria itu. “Lalu, menurutmu apa
yang harus aku lakukan padanya. Haruskah aku merelakan Jane untuknya sebagai
tebusan atas dosa dosaku. Sekarangpun, aku malah berhutang nyawa padanya”. Aya
memandang Chand, mencoba memahami apa yang sedang dirasakan Pria itu.
“Kak Chand. Jika ada orang yang bersalah maka ia harus minta maaf. Jika ada
yang memberinya sesuatu maka ia harus berterima kasih. Minta maaflah dan
ucapkan terima kasih”
“Menurutmu, itu saja sudah cukup”
“Kalau dia meminta lebih, biarkan Tuhan saja yang membalasnya. Jadi Kak
Chand tidak perlu pusing memikirkannya ”. Chand tersenyum.
“Terlihat sangat mudah untuk sebuah persoalan yang rumit” ucapnya.
“Justru hal yang mudah itu adalah kunci untuk memecahkan masalah
terbesarnya.” sahut Aya.
Chand kembali berpikir. Sesimple
itukah? Namun pikirannya sedikit teralihkan saat melihat perubahan dari raut
wajah gadis dihadapannya. Gadis itu seperti memiliki beban dipikirannya.
“Kau kenapa”. Mendapat pertanyaan itu Aya mencoba tersenyum. Haruskah ia
mengatakannya pada Chand. Mungkinkah ia tahu sesuatu
“Tidak ada apa apa. hanya masalah bisnis dengan Tuan Cho. Kami belum
memperoleh kesepakatan karna aku sedikit kesulitan berkomunikasi dengannya.
Maaf, menurutku dia sedikit keras kepala” Aya terkekeh sendiri dengan ucapannya.
Chand mengerutkan dahinya. Mencoba menebak apa yang dilakukan Ayahnya terhadap
gadis itu.
“Apa dia mengancammu” tanyanya. Melihat Aya hanya diam dengan tatapan
heran, sudah cukup memberinya jawaban. “Dia memang orang yang seperti itu jika
menyangkut soal bisnis. Kata katanya pedas, dan terkadang menyakitkan. Dia
berlagak sangat berkuasa dan menakutkan. Tapi itu semua hanya cara Ayahku untuk
mempertahankan ambisinya. Agar semua orang tidak lagi memandangnya sebelah mata
karna ada selentingan kabar, bahwa kekuasaan yang didapatkannya adalah hasil
kecurangan dan Ayah ingin menunjukkan pada mereka bahwa kabar itu benar jika
mereka percaya dengan bodohnya. Padahal keberhasilannya karna ia memang mampu,
bukan hasil dari belas kasihan orang atau menggunakan cara yang kotor. Kau
tidak perlu menganggap serius kata katanya yang mengintimidasi. Dia memang
bukan orang baik tapi ayahku bukan orang yang kejam. Dia tidak akan melakukan
hal diluar batas walaupun ancamannya terdengar mengerikan. Dia hanya bisa
sebatas itu, tidak lebih. jadi Kau tidak perlu cemas”
Tuan Cho sering mengancam rekan
rekan bisnisnya dan itu sudah menjadi rahasia umum. Jadi apa yang didengarnya
beberapa saat yang lalu hanya sebuah gertakan?, batin Aya dalam hati
“Apa dari dulu Tuan Cho memang seperti itu?” tanyanya kemudian
“Tidak. Dia berubah sejak mendapatkan warisan”
“Warisan?”
Chand menyadari kesalahannya. ia sudah bicara terlalu jauh. Haruskah ia
melanjutkannya, tapi itu berarti ia harus melanggar kepercayaan Ayahnya. Dan ia
belum pernah sekalipun melanggarnya. Perintah Ayahnya, bagaikan petuah yang
harus dilaksanakan. Tapi disisi lain hati kecilnya ingin memberontak. Ada sebuah
rahasia dibalik harta warisan itu, yang juga ingin ia bongkar sejak lama namun
terlahang perintah Ayahnya. Untuk tidak perlu ikut campur.
Chand mencoba mengangkat kepalanya. Bangkit dari posisinya yang ia rasa
sudah tak nyaman. Dengan gerakan cepat, gadis berambut panjang itu menahannya
dan memberi isyarat agar ia tak perlu bergerak, biar tempat tidurnya saja yang
bergerak. Aya dengan hati hati mengatur posisi ranjang itu dan setelah
mendapatkan posisi yang nyaman. Chand siap untuk mengatakan sesuatu kepada
gadis itu.
# # #
Mobil mewah Niel berhenti di sebuah tepian jalan dan Ia sama sekali tak berniat
untuk turun dari mobil itu padahal sudah lebih dari setengah jam ia menghabiskan
waktu disana. Pandangannya hanya tertuju pada sebuah rumah sederhana namun
sangat asri, sejuk dan nyaman. Banyak pohon rindang yang mengelilingi rumah itu
hingga terkesan seperti sebuah rumah di tengah hutan, padahal kawasan itu
terletak tidak terlalu jauh dari pusat kota.
Niel semakin menajamkan pengliatannya saat 2 orang perempuan keluar dari
dalam rumah itu. Mereka berjalan berdampingan menuju sebuah kursi yang sudah
dipersiapkan sebelumnya dan juga terdapat sebuah kanvas yang berukuran cukup besar
disana. Perempuan yang lebih muda menuntun perempuan disebelahnya untuk duduk
di kursi itu lalu berjalan sedikit menjauh membiarkan Perempuan yang duduk di
kursi melakukan kegiatan kegemarannya, yaitu melukis. Seorang perempuan yang
usianya hampir setengah abad namun masih terlihat seperti 30 tahunan. Wajahnya selalu
menyunggingkan senyum, seperti tanpa beban.
Niel melihat perempuan itu dengan pandangan nanar. Akhirnya ia keluar dari
mobilnya untuk mendekati perempuan itu. Sengaja ia melambatkan langkahnya agar
tidak menimbulkan suara yang mencurigakan. Dari kejauhan Niel dapat melihat
bagaimana dengan lincahnya tangan perempuan itu memegang kuas hingga baru
sebentar saja sudah menghasilkan gambar yang indah. Bukan gambar dari objek di
depannya, walaupun pemandangan disana tidak kalah indah. Sama sama hijau namun
berbeda, lebih terlihat seperti kebun. Sebuah kebun Teh, lengkap dengan para
pemetiknya.
Niel tersenyum miris melihat gambar itu karna Ia sudah menduga sebelumnya.
‘Gambar yang selalu sama’, batinnya. Walaupun ia tak bisa melihat keseluruhan
gambar itu karna terhalang tubuh perempuan lain yang bertugas mengawasinya.
Entah gerakan dari kaki Niel atau memang insting dari perempuan itu sendiri
yang membuatnya akhirnya menyadari kehadiran Niel dibelakangnya.
“Anda lagi. Sudah berapa kali saya memperingatkan anda untuk jangan pernah
datang kemari. saya mengerti anda adalah penggemarnya namun tetap saja anda
dilarang mengganggunya atau saya harus melakukan hal yang sama kepada anda
seperti sebelumnya” kata perempuan muda itu, sinis. Setelah menghampiri Niel
untuk menghadangnya.
“Itu karna kau beruntung. Aku hanya tidak suka melawan perempuan, apalagi
yang cerewet” sahut Niel tetap melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan
ucapan perempuan dihadapannya. Yang membuat permpuan itu membulatkan mulutnya
tak percaya.
Dengan sigap permpuan itu langsung menangkap kedua tangan Niel dari
belakang lalu menendang tulang ekor Niel dengan lututnya. Sukses membuat pria
itu jatuh tersungkur. ‘Seperti ini lagi’, gumam Niel dalam hati. Namun tekadnya
sudah bulat kali ini. Ia tak akan mengalah. Ia ingin membuktikan pada seseorang
bahwa ia bukanlah seorang pengecut yang hanya dapat memandang perempuan yang
tengah melukis itu dari kejauhan, tanpa berani menemuinya. Ya, perempuan itu
masih melukis. Tidak peduli dengan keributan yang terjadi dibelakangnya.
Perempuan itu seperti punya dunianya sendiri. Niel kembali menatapnya nanar
kemudian beralih menoleh kearah perempuan dibelakangnya.
“Kau cantik”
“Apa?”
Pipi perempuan itu sedikit merona.
Siapa yang tidak terpesona ketika mendapat pujian dari seorang pria tampan. Niel
merasa usahanya berhasil mengecoh perempuan itu dan ia tak ingin menyia-nyiakan
kesempatan itu untuk membalik keadaan. Niel tersenyum sinis kemudian menendang kaki
perempuan malang itu. Niel sengaja menendangnya dengan keras berharap membuat
kaki panjang itu terkilir atau jika perempuan itu beruntung, tulang kakinya
tidak akan patah. Niel berdiri memandangi perempuan yang mengerang kesakitan
didepannya, sepertinya kakinya benar benar patah. Terbukti saat ia berusaha
bangkit namun gagal yang semakin membuat kakinya terasa sakit.
‘Maaf, aku sengaja” ucap Niel tanpa rasa bersalah. Benar benar pria dingin
yang menyebalkan. Niel meninggalkannya begitu saja.
Kini konsentrasi pria itu hanya tertuju pada perempuan yang sedang melukis.
Langkahnya semakin mendekat hingga hanya berjarak beberapa senti saja.
tangannya mulai bergerak menggapai bahu perempuan itu untuk memberitahukan
kehadirannya. Namun belum sempat itu terjadi seorang laki laki berpakaian
seperti tukang kebun menghampirinya lalu menyeretnya menjauh dari sana. Sampai
di tepi jalan, Laki laki itu menghempaskan tubuh Niel hingga hampir membentur
mobilnya sendiri. Lalu menodongkan pistol dan menyuruh Niel segera pergi. Niel
menahan amarahnya untuk tidak bertindak lebih jauh, padahal tinggal sedikit
lagi. Niel bisa saja melawan laki laki itu tapi sepertinya percuma, sekali ia
menumbangkan orang orang itu maka akan datang orang lain lagi yang
menghalanginya. Yang harus ia singkirkan terlebih dulu adalah orang yang berada
dibalik semua ini.
“Siapa lagi,,,”
# # #
Aya masih sibuk membongkar setiap sudut kamarnya. Ini yang kedua kalinya
setelah beberapa hari yang lalu ia melakukan hal sama. Kamar yang awalnya rapi
kini sedikit berantakan akibat ulahnya. Ia berharap menemukan sesuatu, sesuatu
yang dibicarakan Chand. Sebuah buku yang dapat membantunya memecahkan rahasia.
Aya menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur, merasa usahanya sia sia. Ia
masih tidak menemukan apapun, semua jejak tentang penghuni sebelum dirinya
telah hilang. Atau mungkin sengaja dihilangkan. Entahlah, batinnya. Aya kembali
teringat apa yang dikatakan Chand padanya.
“Aku tidak bisa menjelaskannya padamu sebab aku juga tidak terlalu mengerti
soal harta itu. aku tetap yakin pada ayahku bahwa ia memang layak
mendapatkannya. Sebenarnya itu bukan murni warisan, lebih tepatnya ayahku
diberi kepercayaan untuk mengelolanya sebelum seseorang yang menjadi ahli
warisnya telah datang. Setelah itu ayah akan mengembalikannya pada orang itu.
“Dan kau tahu, saat ayahku mendapatkan warisan itu. ia juga membawa pulang
Niel. Umurku 5 tahun waktu itu dan aku tidak suka melihat bayi yang sepertinya
baru lahir itu tengah pulas digendongan ibumu. Ya, kurang lebih sudah satu tahun
aku tidak melihat wajah ibumu dan aku sedikit kecewa ketika dia membawa seorang
anggota baru. Ayahku bilang, bayi itu adalah putra ibumu sedangkan ayahnya
telah meninggal. Sejak Ayahku dipindah tugaskan ke sebuah Hotel dan Resort di
dekat perkebunan Teh. ayahku meminta ibumu untuk menemaninya mengurus segala
keperluannya selama tinggal disana. Saat itu aku keberatan, kenapa ayah tidak
menyuruh pembantu saja. kenapa harus ibumu, yang tugasnya hanya mengasuhku.
Tapi ayahku tidak mau tahu, ayah sedikit keras padaku waktu itu. entahlah,
biasanya ia sangat lembut. Setiap akhir pekan Ayah selalu menyempatkan untuk
pulang namun tidak dengan ibumu. Aku benar benar merindukannya.
“. Aya, ternyata Niel adalah adikku. Anak dari seorang perempuan selain
ibuku. Tapi aku sangat yakin orang itu bukanlah ibumu, ada perempuan lain dan
Aku sempat melihat fotonya. Seorang perempuan muda yang tengah mengendong Niel
yang masih bayi. Aku tidak sengaja menemukannya, terjatuh diantara buku milik
ibumu”.
Mendadak Aya bangkit dari posisinya. Mencoba usahanya kembali, ia tidak
akan putus asa semudah itu. ia menerka nerka. Jika benda itu disembunyikan,
mungkin akan diletakkan dtempat yang tidak bisa dijangkau dan secara otomatis
pandangannya tertuju pada lemari yang diposisikan menempel pada dinding. Namun
bukan pada lemari itu, tebakan Aya justru mengarah pada sekat yang berada diantaranya. Ia lalu memasukkan tangan
kanannya ke dalam sekat itu, mencoba masuk lebih dalam lagi. Dan benar saja,
tangannya menyentuh sebuah benda dengan posisi vertikal. Aya mendorong sedikit
lemarinya agar memudahkan tangannya untuk mengambil benda apa itu.
Aya melonjak kegirangan ketika mengetahui benda itu memang sebuah buku. ia
membuka setiap lembarannya dan hatinya sedikit kecewa karna tak menemukan foto
apapun. Ia menghela napas untuk kesekian kalinya. Hari ini adalah hari yang
sangat melelahkan baginya. Diliriknya lagi buku itu, ada sebuah gambar
disampulnya namun tertutup debu yang tebal. Ia memang belum sempat
membersihkannya. Dan setelah semua debunya menghilang, Aya baru sadar bahwa
buku itu merupakan sebuah cerita dongeng.
“Apakah buku ini milik Kak Niel” gumamnya. “Pangeran kegelapan dan Putri
cahaya”
Bersambung,,,,