HITAM Dan PUTIH (Bagian 4)



HITAM Dan PUTIH

“ Terkadang Aku merasa menyerah, tapi terkadang Aku harus berjuang!”
Sampai di rumah, Aya mempercepat langkahnya berharap segera menemukan Jane. Dari informasi yang didapatnya dari seorang pelayan, Jane sedang berada ditaman belakang. Sampai ditengah ruangan, Aya berhenti. Menentukan kemana arah menuju Taman itu. Rumah Keluarga Cho sangat luas sehingga menyusahkan Aya yang masih awam dengan rumah itu. Setelah memastikan arahnya dengan benar, Aya meneruskan langkahnya. Ketika ia hampir memasuki area taman itu, kakinya berhenti melihat seseorang didepannya.
            “Tuan Cho”
            “Sedang apa kau disini”
            “Nyonya Cho bilang, Jane belum mengetahui jika Kak Chand sudah sadar. Apakah anda sudah menemuinya Tuan”
            “Ya” jawaban singkat itu membuat Aya lega. “Aya, bisakah kau ikut keruanganku. Kita belum membahas tentang bisnis sejak kedatanganmu kemari. Karna sekarang kondisi Chand membaik, kita sudah dapat melakukannya”
            “Baiklah Tuan”
Tuan Cho tersenyum tipis lalu berjalan keruang kerjanya. Sesampainya disana, ia mempersilahkan Aya duduk didepannya dan menyerahkan sebuah surat kontrak.
“Kau yakin tidak ingin memperpanjangnya” tanya Tuan Cho sambil memainkan Bolpoinnya.
“Saya minta maaf, untuk saat ini kami mengurangi jumlah ekspor Teh mentah ke luar negeri. Yang awalnya mencapai 90%  kini hanya 50% saja. Jika harus mengekspor, itupun yang sudah diolah dengan Brand dalam negeri. Kami sudah banyak belajar tentang kesalahan kami. Teh dari Negara kami adalah yang terbaik di dunia, tapi justru rakyatnya sendiri tidak pernah mencicipinya. Jika ingin mencicipi, harganya pasti selangit karna diolah dengan Brand luar negeri. Padahal kenyataannya, Teh itu juga yang ditanam dan dipetik dari tanah kami”.
“Oh jadi menurutmu, kami para importir Teh yang telah membodohi kalian. Dan sekarang, karna kalian sudah merasa pintar. Kalian bersikap pelit” Aya mencoba berkepala dingin menanggapi pernyataan sinis itu.
“Negara produsen Teh bukan hanya kami Tuan Cho, anda dapat beralih ke negara lain. China atau Jepang misalnya”
“Seperti yang sudah kau katakan tadi, bukankah Teh kalian yang terbaik. Kenapa aku harus mencari alternatif lain”
“Tuan Cho,,”
“Kenapa kau selalu memanggilku Tuan Cho. Panggil saja aku Paman. Bukankah kau juga memanggil istriku dengan sebutan Tante. Aku lihat semakin hari hubungan kalian semakin dekat, hingga Istriku berani membuka sebuah rahasia yang seharusnya tidak kau ketahui” Aya menatap mata tajam itu, mata yang sama seperti milik Niel. “Kau beruntung, aku tidak meminta apapun darimu untuk menebus rahasia itu. Asal kau tahu saja, jangan sampai kau mengulang apa yang terjadi dengan kedua orang tuamu dulu. Kau memang selamat waktu itu. tapi kali ini jika kau melakukan hal yang sama, mungkin kau akan berakhir seperti mereka” Aya terbelalak. Sebenarnya apa yang diperbuat Tuan Cho pada orang tuanya. Setahu Aya, mobil yang ditumpanginya bersama kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju bandara. Saat itu usianya baru 1 tahun.
“Apa kau sedang berpikiran bahwa akulah dalang dibalik kecelakaan itu. Kalau ya, memangnya kau bisa apa? lapor polisi? Coba saja kalau kau punya bukti”. Pria itu tersenyum meremehkan. Menebak isi pikiran gadis itu.“Jadi bagaimana, kau sudah memutuskan?” Tuan Cho meletakkan Bolpoinnya diatas surat kontraknya dan mendekatkannya pada Aya. sedangkan Aya belum bergerak sedikitpun. Pandangannya hanya tertuju pada Bolpoin itu tanpa ada sedikitpun keinginan untuk mengambilnya. Tangannya mendadak gemetar namun sorot matanya tetap menatap mata tajam itu.
“Baiklah. Mungkin kau masih butuh waktu untuk memikirkannya. Kau juga boleh melakukan tawar menawar seperti yang dilakukan Ayahmu dulu dan ia sangat cepat membuat keputusan. Pada akhirnya ia tetap mendatangani kontraknya. Kau tahu kenapa, karna kami berdua melakukan sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan satu sama lain. walaupun semua itu tetap ada konsekuensinya”. Tuan menyeringai diakhir kalimatnya yang semakin membuat Aya tidak mengerti maksud pembicaraannya. Hingga Pria itu beranjak dari duduknya dan mendekati Aya yang masih terduduk lesu. “Kupikir diskusinya berakhir sampai disini. Aku tidak akan memberi batasan waktu, selama kau juga tidak membocorkan rahasia itu pada siapapun karna aku masih menghargaimu sebagai anak dari Ibunya Niel. Kuharap kau paham apa maksudku” seketika raut wajah arogan itu berubah. Ia tersenyum lagi, kali ini lebih tulus. “Baiklah, sekarang ayo ikut bersamaku ke rumah sakit. Bisnis tetaplah bisnis dan tidak perlu dikaitkan dengan masalah keluarga. Benarkan?” ucapnya.
Tuan Cho melangkah keluar dari ruangan itu sedangkan Aya masih belum beranjak dari duduknya. Ia terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Walaupun ia sudah menyiapkan mentalnya untuk situasi tersebut. Tetap saja, praktek dilapangan lebih sulit dari yang dibayangkan. Ia tidak pernah menyangka situasinya akan seperti ini. Bahwa Tuan Cho mengaku terlibat dalam kecelakaan itu. Benarkah kejadian itu bukan hanya kecelakaan biasa namun sebuah konspirasi pembunuhan!. Tapi kenapa? Aya menghela napasnya berkali kali, mencoba bersikap biasa saja. ia belum dapat memastikan kebenarannya sebelum mendapatkan bukti yang jelas. Jadi ia harus bersikap bahwa tidak terjadi apa apa, hanya pembicaraan bisnis seperti biasanya. Ketakutan hanya akan membuatnya lemah. Aya lalu memantapkan hati lalu bangkit dari kursinya. Tidak lupa ia memanjatkan doa, untuk memulai menaklukan misi yang sebenarnya.
# # #
“Kau mau kuantar, kebetulan aku juga ingin menjenguk Chand”
“Baiklah jika tidak merepotkanmu”.
Niel tersenyum tipis lalu memberikan sebuah kode pada penjaga. Penjaga itu mengerti lalu bergegas menuju bagasi.Tak lama berselang sebuah Mobil mewah model sport berhenti didepan mereka. Pintunya terbuka keatas dan penjaga tadi keluar dari sana kemudian menyerahkan kuncinya pada Niel. Jane ternganga melihat mobil itu.
“Apa itu mobilmu Niel?”
“Ya, kau suka?”
“Luar biasa!”
Niel tersenyum lagi lalu membukakan pintu mobil itu untuk Jane. Perempuan cantik itu berterima kasih sebelum memasuki Mobil mewah didepannya. Lagi lagi, ia berdecak kagum. Setelah duduk disebelah Jane, Niel bersiap menjalankan Mobilnya. Seringaian kecil muncul disudut bibirnya sebelum Mobil itu melesat bagai angin. Detik itu pula Tuan Cho datang, ia memperhatikan ‘Besi’ berjalan itu dari kejauhan.
“Siapa pemilik Mobil itu?” tanya Tuan Cho pada penjaga
“Tuan muda Niel. Nona jane juga ikut bersamanya”
“Oh,, bagus sekali!” ucap Tuan Cho sambil menggertakkan giginya. Sesaat kemudian Aya telah berdiri disampingnya. “Kau sudah datang rupanya” ujarnya lalu beralih kepada Penjaga. “Cepat siapkan Mobil!”

Sesampainya di Rumah Sakit. Jane sangat senang mengetahui dari Dokter David bahwa suaminya sudah sadar 1 jam yang lalu. Saat ia tidak sengaja berpapasan dengannya di jalan menuju Ruang dimana suminya dirawat. Sesampainya di Ruang ICU, Jane hanya tersenyum bahagia menyapa Nyonya Cho yang duduk tak sabar menunggunya dari tadi. Setelah itu ia langsung bergegas menemui Chand. Tak sabar melihat wajah rupawan suaminya.
Nyonya Cho sedikit terkejut mengetahui Niel yang bersama menantunya. Wajahnya berubah cemas. Niel melihat perubahan itu dan tersenyum sinis menanggapinya.
“Apa kabar Nyonya. aku ikut senang melihat putra kesayanganmu itu sudah membuka matanya”
“Te_terima kasih Niel. Kesembuhan Chand juga berkat dirimu. Kami sangat berhutang budi. Aku sangat menyesal atas perbuatanku dulu, dan kumohon kau mau memaafkanku dan Chand. Kami sangat menyesal” Nyonya Cho mencoba meraih lengan kanan Niel
“Simpan saja penyesalanmu itu Nyonya. Kata maafmu sudah tidak berlaku lagi!” Niel menghempaskan tangan itu dan pergi menjauh dari sana. Namun belum terlalu jauh ia melangkah, kakinya terhenti oleh tubuh tinggi dihadapannya. Kedua mata elang itu saling beradu.
“Aku ingin bicara empat mata denganmu” bisik Tuan Cho
“Oh, baiklah. tapi hanya sebentar, Aku sangat sibuk. waktuku sangat berharga” sahut Niel acuh. Ia kembali meneruskan langkahnya. Tuan Cho mengepalkan tangannya, menahan amarah. Istrinya memandanginya khawatir. Melihat Ayah dan Anak itu terlibat perang dingin.
Niel sudah ingin menghentikan langkahnya kembali, melihat Aya yang berjalan kearahnya. Tapi ada yang berbeda dari gadis itu, tatapannya kosong dan cahaya matanya memudar. Sampai sampai Gadis itu tak menyadari jika telah berpapasan dengannya. Kini giliran Niel yang bertanya tanya, apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis itu.
-
Setelah menemukan tempat yang cukup sepi, Niel berhenti dan menyuruh Tuan Cho segera mengatakan maksudnya. Pria yang berstatus Ayahnya itu mendengus kesal. Belum pernah ada orang yang berlaku tidak sopan padanya seperti itu. Lebih parahnya lagi orang itu adalah Niel, yang notabene adalah Putranya sendiri. Niel tidak peduli. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun. Baginya, Pria itu bukanlah Ayahnya. Lebih tepatnya, tidak pernah menjadi Ayahnya. Hanya karna ia terlahir dari benih Pria itu, bukan berarti ia adalah anaknya.
“Apa yang kau lakukan pada Jane” Tuan Cho memulai ‘pertarungan’
“Bukan urusanmu”
“Niel!” teriak Tuan Cho. Membuat orang orang yang tidak sengaja lewat ditempat itu memperhatikan mereka. Tuan Cho memelankan suaranya sambil mendekatkan dirinya kearah Niel. “Apa yang sebenarnya kau inginkan. Aku akan memberikannya, status, harta, kekuasaan atau apapun. asalkan kau tidak menggangu keluargaku dan setelah itu pergilah sejauh jauhnya dari kami”. Otot rahang Niel mengeras mendengar ocehan itu.
“Sayang sekali, aku tidak butuh apapun darimu. Lagipula apa yang kau miliki. Setahuku kau hanya seorang Manajer Hotel biasa. Kekayaanmu juga tidak seberapa” Niel tersenyum meremehkan. Tuan Cho terkejut mendengarnya. “Kudengar asal kekayaanmu saat ini adalah warisan. Seharusnya kau malu telah berani membangga banggakannya didepanku. Kau tidak lebih dari seorang pecundang”. Setelah mengatakan itu sebuah tamparan keras mendarat dipipi Niel.
“Apa Ibumu tidak pernah mengajari sopan santun!”. Niel tersulut emosinya mendengar pria itu menyebut nyebut ibunya.
“Kau tidak berhak mengatakan sesuatu tentang Ibuku. Karna Kau tidak tahu apapun tentangnya. Yang kau tahu hanyalah membodohinya” . Dua mata elang itu kembali beradu. “Dan juga meguras hartanya”. Tuan Cho terhenyak mendengar kalimat terakhir itu. Wajahnya memucat seketka. Ia memundurkan tubuhnya, menjaga jarak dari Niel.
“K_kau tahu tentangnya”. Niel tersenyum sinis. Mengetahui kelemahan lawannya.
“Aku tahu semuanya. Rahasia itu, yang kau kubur puluhan tahun telah terbongkar. Sekarang, kau hanya bisa menunggu riwayatmu hancur. Jadi, jangan coba coba mengganggu urusanku jika kau tidak ingin aku membongkar rahasia itu” Setelah mengeluarkan ancaman itu, Niel menjauh dari sana. Merasa ia telah memenangkan pertarungan.
“Jadi kau sudah tahu. Lalu apa yang kau lakukan padanya” Tuan Cho belum menyerah, ia belum kalah. “Hanya memandangnya dari kejauhan atau, justru menganggapnya tak pernah ada” mau tak mau Niel menghentikan langkahnya. Wajahnya kembali menegang. Tuan Cho tersenyum sinis. “Kalau begitu, kau tidak ada bedanya denganku. Membongkar rahasia itu sama halnya kau membiarkan bom itu membunuh dirimu sendiri”.
Skak Mat!
Niel diam mematung. Ia telah kehabisan kata kata. Tuan Cho membalik keadaan, ia melenggang dengan senyuman meninggalkan tempat iu untuk menemui Putra sulungnya, Chand.
# # #
“Apa Aya juga ada disini?” Jane sedikt terkejut dengan pertanyaan suaminya. “Aku ingin bertemu dengannya”
“Aku tidak tahu. Saat aku tiba disini, aku tidak melihatnya” Chand terlihat kecewa mendengar jawaban itu dan Jane menyadarinya. “Kalau begitu aku akan keluar mengeceknya, siapa tahu dia sudah datang”. Chand tersenyum setuju. Akhirnya Jane meninggalkannya dengan berat hati. Ia masih ingin bersama suaminya tapi Pria tampan itu justru menginginkan perempuan lain. Jane sangat berharap bahwa Aya tidak ada disana, setidaknya untuk saat ini namun harapannya sirna ketika melihat gadis itu tengah terlibat perbincangan yang hangat bersama Ibu mertuanya. Mereka sangat akrab bagai Ibu dan anak. Tiba tiba ia merasa sangat cemburu, pada gadis yang baru beberapa hari ini datang ke keluarganya. Namun semua orang seperti telah mengenalnya bertahun tahun.
Jane akhirnya memanggil Aya. ia keluar untuk berganti posisi dengannya. Aya memang sosok yang menyenangkan, tidak mustahil semua orang suka dengannya. Tidak terkecuali dengan suaminya, batin Jane. Hanya sebagai seorang teman atau mungkin adik bagi Chand. Ya, hanya sebagai adik. Pikirnya lagi, menenangkan hatinya.
-
“Selamat siang menjelang sore Kak Chand. Tidurmu nyenyak sekali sampai sampai kau bangun kesiangan” sapaan bertubi tubi itu reflek membuat bibir Chand menyunggingkan senyum.
“Ya, aku kebanyakan tidur. Kenapa kau tidak membangunkanku” Aya mendelik bingung.
“Aku tidak tahu caranya”. Chand kembali tersenyum namun hanya sesaat. Mendadak wajahnya berubah murung.
“Apa yang terjadi saat aku masih tidur?”. Aya tidak langsung menanggapi. Ia paham bahwa pertanyaan itu bernada serius. “Niel, apa dia melakukan sesuatu” tanya Chand lagi.
Tebakan Aya benar. namun ia masih bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Ia sama sekali tidak tahu apa apa soal Niel. Lebih tepatnya, apa yang pria itu lakukan saat berada dirumah keluarga Cho. Setahu Aya, Niel hanya menghabiskan waktunya didalam kamar.
“Aku takut, ia menjadikan Jane sebagai alat untuk balas dendamnya” lanjut Chand.
“Kak Jane. Apa untungnya bagi Kak Niel?” Aya sengaja memposisikan dirinya sebagai pihak yang tidak tahu apa apa. ia ingin mendengar apa yang dipikirkan Chand soal rencana balas dendam Niel. Aya jadi teringat dengan pengakuan Tuan Cho padanya. Apakah rencana balas dendam Niel ada sangkut pautnya dengan semua itu.
 “Seperti yang aku lakukan dulu padanya. Dia ingin merebut yang kumiliki, yaitu Jane” Aya tetap terkejut walaupun ia sudah menduga apa yang ada dipikiran Pria itu. “Lalu, menurutmu apa yang harus aku lakukan padanya. Haruskah aku merelakan Jane untuknya sebagai tebusan atas dosa dosaku. Sekarangpun, aku malah berhutang nyawa padanya”. Aya memandang Chand, mencoba memahami apa yang sedang dirasakan Pria itu.
“Kak Chand. Jika ada orang yang bersalah maka ia harus minta maaf. Jika ada yang memberinya sesuatu maka ia harus berterima kasih. Minta maaflah dan ucapkan terima kasih”
“Menurutmu, itu saja sudah cukup”
“Kalau dia meminta lebih, biarkan Tuhan saja yang membalasnya. Jadi Kak Chand tidak perlu pusing memikirkannya ”. Chand tersenyum.
“Terlihat sangat mudah untuk sebuah persoalan yang rumit” ucapnya.
“Justru hal yang mudah itu adalah kunci untuk memecahkan masalah terbesarnya.” sahut Aya.
 Chand kembali berpikir. Sesimple itukah? Namun pikirannya sedikit teralihkan saat melihat perubahan dari raut wajah gadis dihadapannya. Gadis itu seperti memiliki beban dipikirannya.
“Kau kenapa”. Mendapat pertanyaan itu Aya mencoba tersenyum. Haruskah ia mengatakannya pada Chand. Mungkinkah ia tahu sesuatu
“Tidak ada apa apa. hanya masalah bisnis dengan Tuan Cho. Kami belum memperoleh kesepakatan karna aku sedikit kesulitan berkomunikasi dengannya. Maaf, menurutku dia sedikit keras kepala” Aya terkekeh sendiri dengan ucapannya. Chand mengerutkan dahinya. Mencoba menebak apa yang dilakukan Ayahnya terhadap gadis itu.
“Apa dia mengancammu” tanyanya. Melihat Aya hanya diam dengan tatapan heran, sudah cukup memberinya jawaban. “Dia memang orang yang seperti itu jika menyangkut soal bisnis. Kata katanya pedas, dan terkadang menyakitkan. Dia berlagak sangat berkuasa dan menakutkan. Tapi itu semua hanya cara Ayahku untuk mempertahankan ambisinya. Agar semua orang tidak lagi memandangnya sebelah mata karna ada selentingan kabar, bahwa kekuasaan yang didapatkannya adalah hasil kecurangan dan Ayah ingin menunjukkan pada mereka bahwa kabar itu benar jika mereka percaya dengan bodohnya. Padahal keberhasilannya karna ia memang mampu, bukan hasil dari belas kasihan orang atau menggunakan cara yang kotor. Kau tidak perlu menganggap serius kata katanya yang mengintimidasi. Dia memang bukan orang baik tapi ayahku bukan orang yang kejam. Dia tidak akan melakukan hal diluar batas walaupun ancamannya terdengar mengerikan. Dia hanya bisa sebatas itu, tidak lebih. jadi Kau tidak perlu cemas”
 Tuan Cho sering mengancam rekan rekan bisnisnya dan itu sudah menjadi rahasia umum. Jadi apa yang didengarnya beberapa saat yang lalu hanya sebuah gertakan?, batin Aya dalam hati
“Apa dari dulu Tuan Cho memang seperti itu?” tanyanya kemudian
“Tidak. Dia berubah sejak mendapatkan warisan”
“Warisan?”
Chand menyadari kesalahannya. ia sudah bicara terlalu jauh. Haruskah ia melanjutkannya, tapi itu berarti ia harus melanggar kepercayaan Ayahnya. Dan ia belum pernah sekalipun melanggarnya. Perintah Ayahnya, bagaikan petuah yang harus dilaksanakan. Tapi disisi lain hati kecilnya ingin memberontak. Ada sebuah rahasia dibalik harta warisan itu, yang juga ingin ia bongkar sejak lama namun terlahang perintah Ayahnya. Untuk tidak perlu ikut campur.
Chand mencoba mengangkat kepalanya. Bangkit dari posisinya yang ia rasa sudah tak nyaman. Dengan gerakan cepat, gadis berambut panjang itu menahannya dan memberi isyarat agar ia tak perlu bergerak, biar tempat tidurnya saja yang bergerak. Aya dengan hati hati mengatur posisi ranjang itu dan setelah mendapatkan posisi yang nyaman. Chand siap untuk mengatakan sesuatu kepada gadis itu.
# # #
Mobil mewah Niel berhenti di sebuah tepian jalan dan Ia sama sekali tak berniat untuk turun dari mobil itu padahal sudah lebih dari setengah jam ia menghabiskan waktu disana. Pandangannya hanya tertuju pada sebuah rumah sederhana namun sangat asri, sejuk dan nyaman. Banyak pohon rindang yang mengelilingi rumah itu hingga terkesan seperti sebuah rumah di tengah hutan, padahal kawasan itu terletak tidak terlalu jauh dari pusat kota.
Niel semakin menajamkan pengliatannya saat 2 orang perempuan keluar dari dalam rumah itu. Mereka berjalan berdampingan menuju sebuah kursi yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan juga terdapat sebuah kanvas yang berukuran cukup besar disana. Perempuan yang lebih muda menuntun perempuan disebelahnya untuk duduk di kursi itu lalu berjalan sedikit menjauh membiarkan Perempuan yang duduk di kursi melakukan kegiatan kegemarannya, yaitu melukis. Seorang perempuan yang usianya hampir setengah abad namun masih terlihat seperti 30 tahunan. Wajahnya selalu menyunggingkan senyum, seperti tanpa beban.
Niel melihat perempuan itu dengan pandangan nanar. Akhirnya ia keluar dari mobilnya untuk mendekati perempuan itu. Sengaja ia melambatkan langkahnya agar tidak menimbulkan suara yang mencurigakan. Dari kejauhan Niel dapat melihat bagaimana dengan lincahnya tangan perempuan itu memegang kuas hingga baru sebentar saja sudah menghasilkan gambar yang indah. Bukan gambar dari objek di depannya, walaupun pemandangan disana tidak kalah indah. Sama sama hijau namun berbeda, lebih terlihat seperti kebun. Sebuah kebun Teh, lengkap dengan para pemetiknya.
Niel tersenyum miris melihat gambar itu karna Ia sudah menduga sebelumnya. ‘Gambar yang selalu sama’, batinnya. Walaupun ia tak bisa melihat keseluruhan gambar itu karna terhalang tubuh perempuan lain yang bertugas mengawasinya. Entah gerakan dari kaki Niel atau memang insting dari perempuan itu sendiri yang membuatnya akhirnya menyadari kehadiran Niel dibelakangnya.
“Anda lagi. Sudah berapa kali saya memperingatkan anda untuk jangan pernah datang kemari. saya mengerti anda adalah penggemarnya namun tetap saja anda dilarang mengganggunya atau saya harus melakukan hal yang sama kepada anda seperti sebelumnya” kata perempuan muda itu, sinis. Setelah menghampiri Niel untuk menghadangnya.
“Itu karna kau beruntung. Aku hanya tidak suka melawan perempuan, apalagi yang cerewet” sahut Niel tetap melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan ucapan perempuan dihadapannya. Yang membuat permpuan itu membulatkan mulutnya tak percaya.
Dengan sigap permpuan itu langsung menangkap kedua tangan Niel dari belakang lalu menendang tulang ekor Niel dengan lututnya. Sukses membuat pria itu jatuh tersungkur. ‘Seperti ini lagi’, gumam Niel dalam hati. Namun tekadnya sudah bulat kali ini. Ia tak akan mengalah. Ia ingin membuktikan pada seseorang bahwa ia bukanlah seorang pengecut yang hanya dapat memandang perempuan yang tengah melukis itu dari kejauhan, tanpa berani menemuinya. Ya, perempuan itu masih melukis. Tidak peduli dengan keributan yang terjadi dibelakangnya. Perempuan itu seperti punya dunianya sendiri. Niel kembali menatapnya nanar kemudian beralih menoleh kearah perempuan dibelakangnya.
“Kau cantik”
“Apa?”
 Pipi perempuan itu sedikit merona. Siapa yang tidak terpesona ketika mendapat pujian dari seorang pria tampan. Niel merasa usahanya berhasil mengecoh perempuan itu dan ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu untuk membalik keadaan. Niel tersenyum sinis kemudian menendang kaki perempuan malang itu. Niel sengaja menendangnya dengan keras berharap membuat kaki panjang itu terkilir atau jika perempuan itu beruntung, tulang kakinya tidak akan patah. Niel berdiri memandangi perempuan yang mengerang kesakitan didepannya, sepertinya kakinya benar benar patah. Terbukti saat ia berusaha bangkit namun gagal yang semakin membuat kakinya terasa sakit.
‘Maaf, aku sengaja” ucap Niel tanpa rasa bersalah. Benar benar pria dingin yang menyebalkan. Niel meninggalkannya begitu saja.
Kini konsentrasi pria itu hanya tertuju pada perempuan yang sedang melukis. Langkahnya semakin mendekat hingga hanya berjarak beberapa senti saja. tangannya mulai bergerak menggapai bahu perempuan itu untuk memberitahukan kehadirannya. Namun belum sempat itu terjadi seorang laki laki berpakaian seperti tukang kebun menghampirinya lalu menyeretnya menjauh dari sana. Sampai di tepi jalan, Laki laki itu menghempaskan tubuh Niel hingga hampir membentur mobilnya sendiri. Lalu menodongkan pistol dan menyuruh Niel segera pergi. Niel menahan amarahnya untuk tidak bertindak lebih jauh, padahal tinggal sedikit lagi. Niel bisa saja melawan laki laki itu tapi sepertinya percuma, sekali ia menumbangkan orang orang itu maka akan datang orang lain lagi yang menghalanginya. Yang harus ia singkirkan terlebih dulu adalah orang yang berada dibalik semua ini.
“Siapa lagi,,,”
# # #
Aya masih sibuk membongkar setiap sudut kamarnya. Ini yang kedua kalinya setelah beberapa hari yang lalu ia melakukan hal sama. Kamar yang awalnya rapi kini sedikit berantakan akibat ulahnya. Ia berharap menemukan sesuatu, sesuatu yang dibicarakan Chand. Sebuah buku yang dapat membantunya memecahkan rahasia.
Aya menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur, merasa usahanya sia sia. Ia masih tidak menemukan apapun, semua jejak tentang penghuni sebelum dirinya telah hilang. Atau mungkin sengaja dihilangkan. Entahlah, batinnya. Aya kembali teringat apa yang dikatakan Chand padanya.
“Aku tidak bisa menjelaskannya padamu sebab aku juga tidak terlalu mengerti soal harta itu. aku tetap yakin pada ayahku bahwa ia memang layak mendapatkannya. Sebenarnya itu bukan murni warisan, lebih tepatnya ayahku diberi kepercayaan untuk mengelolanya sebelum seseorang yang menjadi ahli warisnya telah datang. Setelah itu ayah akan mengembalikannya pada orang itu.
“Dan kau tahu, saat ayahku mendapatkan warisan itu. ia juga membawa pulang Niel. Umurku 5 tahun waktu itu dan aku tidak suka melihat bayi yang sepertinya baru lahir itu tengah pulas digendongan ibumu. Ya, kurang lebih sudah satu tahun aku tidak melihat wajah ibumu dan aku sedikit kecewa ketika dia membawa seorang anggota baru. Ayahku bilang, bayi itu adalah putra ibumu sedangkan ayahnya telah meninggal. Sejak Ayahku dipindah tugaskan ke sebuah Hotel dan Resort di dekat perkebunan Teh. ayahku meminta ibumu untuk menemaninya mengurus segala keperluannya selama tinggal disana. Saat itu aku keberatan, kenapa ayah tidak menyuruh pembantu saja. kenapa harus ibumu, yang tugasnya hanya mengasuhku. Tapi ayahku tidak mau tahu, ayah sedikit keras padaku waktu itu. entahlah, biasanya ia sangat lembut. Setiap akhir pekan Ayah selalu menyempatkan untuk pulang namun tidak dengan ibumu. Aku benar benar merindukannya.
“. Aya, ternyata Niel adalah adikku. Anak dari seorang perempuan selain ibuku. Tapi aku sangat yakin orang itu bukanlah ibumu, ada perempuan lain dan Aku sempat melihat fotonya. Seorang perempuan muda yang tengah mengendong Niel yang masih bayi. Aku tidak sengaja menemukannya, terjatuh diantara buku milik ibumu”.
Mendadak Aya bangkit dari posisinya. Mencoba usahanya kembali, ia tidak akan putus asa semudah itu. ia menerka nerka. Jika benda itu disembunyikan, mungkin akan diletakkan dtempat yang tidak bisa dijangkau dan secara otomatis pandangannya tertuju pada lemari yang diposisikan menempel pada dinding. Namun bukan pada lemari itu, tebakan Aya justru mengarah pada sekat yang  berada diantaranya. Ia lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam sekat itu, mencoba masuk lebih dalam lagi. Dan benar saja, tangannya menyentuh sebuah benda dengan posisi vertikal. Aya mendorong sedikit lemarinya agar memudahkan tangannya untuk mengambil benda apa itu.
Aya melonjak kegirangan ketika mengetahui benda itu memang sebuah buku. ia membuka setiap lembarannya dan hatinya sedikit kecewa karna tak menemukan foto apapun. Ia menghela napas untuk kesekian kalinya. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan baginya. Diliriknya lagi buku itu, ada sebuah gambar disampulnya namun tertutup debu yang tebal. Ia memang belum sempat membersihkannya. Dan setelah semua debunya menghilang, Aya baru sadar bahwa buku itu merupakan sebuah cerita dongeng.
“Apakah buku ini milik Kak Niel” gumamnya. “Pangeran kegelapan dan Putri cahaya”

Bersambung,,,,

0 komentar:

Posting Komentar